Rabu, 09 November 2016

Kampung Naga Bukan Kampung Wisata

Apa kabar sobat semua? mudah-mudahan semuanya ada dalam kondisi sehat, bahagia, sejahtera dan yang terpenting dalam keadaan iman&islam. Sejujurnya saya lebih asik mengkritik ketimbang harus me-review sebuah tempat wisata, walaupun yang saya bahas saat ini bukanlah desa / objek wisata dan setelah saya fikir-fikir kembali mungkin tidak lah asik buat sobat semua untuk membacanya. Maka dari itu, mari kita bahas yang asik-asik saja lah sekalian buat referensi bagi sobat semua yang jenuh dengan aktifitas kota yang padat & penat. Berikut ulasannya, selamat membaca.

Kampung Naga terletak di desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya - Jawa Barat. Bagi yang belum tau, mungkin akan emnyangka bahwa kampung ini ada sangkut pautnya dengan naga atau bentuk dan konstruksi bangunannya mirip naga namun samasekali bukan, NAGA disini hanya singkatan bahasa sunda yang tidak baku seperti NA kependekan dari "diNA" yang berarti menunjukkan suatu tempat, mungkin dalam bahasa indonesia lebih bisa disebut "sebelah" atau "di" dan GA kependekan dari "GAwir" dalam bahasa indonesia lebih bisa disebut lebing tinggi yang menyerupai lembah.

Kampung ini terkenal unik karena masyarakatnya yang sampai saat ini memeprtahankan konstruksi dan jumlah bangunan yang ada dan konon dari dulu sampai saat ini jumlah rumah yang ada tidak bertambah atau tidak berkurang. Ada sekitar 122 bangunan yang terdiri dari mesjid, saung lisung (tempat masyarakat menumbuk padi), rumah dan yang tidak boleh diambil gambarnya adalah imah ageung dalam bahasa indonesia berarti rumah besar yang konon didalamnya hanya kasepuhan / para tetua saja yang mengetahuinya.

Penggunaan listrik di kampung ini tidak lah diperbolehkan konon kata kuncen di kampung ini listrik hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara para penduduk masyarakat dimana akan ada perbedaan yang membuat jarak antara si miskin dan si kaya (aturan yang indah bukan?). Namun seiring dengan perkembangan zaman Tv dan telepon genggam bahkan smartphone, mulai masuk meski hanya menggunakan air accu/aki, bukan listrik.

Mayoritas masyarakat Kampung Naga bermata pencaharian sebagai Tani/Buruh Tani, mengandalkan hasil panen guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya namun ada dua hutan terlarang yang samsekali tidak boleh dimasuki apalagi mengambil seseuatu dari hutan tersebut. Hal ini erat kaitannnya dengan kepercayaan masyarakat terhadap penunggu hutan masih sangat kental dan ada beberapa hantu atau penunggu yang mereka percayai ada untuk menjaga tempat-tempat tertenttu diantaranya "Jurig cai" atau Hantu/Penunggu air, Kunti anak, Jurig Jarian, Sarikala dan sebagainya.

Satu catatan penting yang harus diingat jika kita memasuki kawasan ini, Kampung Naga bukanlah tempat Wisata maka dari itu jika berkunjung ke sini carilah guide lokal asli penduduk kampung naga agar kunjungan kita tidak mengganggu dan untuk mengetahui tepatnya tempat-tempat yang tidak boleh diambil gambarnya. Meski kita berbeda adat alangkah bijaknya jika kita menghargai adat & aturan yang sudah ada disana, bertamu lah dengan sopan dan ramah, jagalah hal sekecil apapun yang ada disana karena warisan budaya itu tak ternilai harganya.

Yosh, sekian dulu ulasan dari saya mudah-mudahan ada manfaatnya. Buat yang kesehariannya di kota padat penduduk, saya sarankan Sobat untuk datang dan berkunjung. Kita cuma bayar Rp. 10.000 untuk parkir saja dan bayar guide seikhlasnya (tapi kira-kira ya haha). Next time saya akan bahas liburan seru plus asik dan bahas setiap sudutnya so, kapan-kapan berkunjunglagi yaa..! Trims








0 komentar

Posting Komentar